Jumat, 27 April 2012

LEPAS DARI JERATAN RENTE BANG KELILING

Masyarakat kelompok bawah mulai dari komunitas keluarga pekerja/buruh serabutan, supir,  buruh pabrik, pedagang mikro/kecil, petani buruh dan sebagainya,  guna menghadapi beratnya himpitan globalisasi ekonomi yang tidak adil dan untuk memenuhi kebutuhan selain kebutuhan pokok, seringkali harus memutar otak untuk mencari jalan pintas yaitu “gali lubang tutup lubang” artinya mencari utangan dari berbagai sumber entah dari antar tetangga, teman, pelepas uang atau yang lainnya namun dalam jumlah yang kecil untuk menutupi defisit anggaran rumah tangga atau usahanya supaya dapur tetap ngebul dan usaha tetap berputar. Bagi mereka ini yang penting dengan kondisi ekonomi yang serba tidak menentu,  masih bisa bertahan hidup. 

Jalan yang ditempuh sungguh jauh dari nilai keberkahan, bagaimana tidak transaksi peminjamannya mengandung  mekanisme bunga (interest rate) yang menggurita bersama sistem hutangnya. Secara sadar atau tidak mereka terjebak ke dalam kesulitan dan melakukan transaksi yang jauh dari nilai kehalalan dan al’adalah (keadilan).  Mereka semakin lama terjerat  dengan utang yang bunganya selangit dan mencekik.  Bagaimana tidak, 1 keluarga bisa memiliki lebih dari 2  pinjaman yang berbeda sumbernya dengan bunga yang hampir sama tingginya.    Masyarakat kelompok miskin (poor) di pelosok gang perkotaan maupun di desa-desa tentu mengenal benar sosok yang selama ini memberikan pinjaman, siapa lagi kalau bukan “bank keliling” istilah yang lain “bank titil”.

Bank keliling biasanya adalah seseorang yang berpakaian rapi layaknya pegawai kantoran biasanya berjalan kaki, bermotor atau bersepeda setiap hari berkeliling kampung-kampung, antar gang di perkotaan maupun perumahan untuk menawarkan atau menagih setoran harian kepada debitornya yang rata-rata komunitas keluarga miskin dengan penghasilan harian.  Prosesnya cepat dan mudah tanpa jaminan fisik (agunan) tidak seperti halnya bank-bank konvensional yang prosesnya berliku-liku, dengan akad pinjaman 100 rb berjangka1 bulan, mereka langsung menerima 90 rb karena masih dipotong biaya adminstrasi 10 rb.  Mereka setiap hari harus mencicil pokok dan bunganya selama 1 bulan dengan total setoran berjumlah 120 rb. Alhasil mereka terjerat membayar bunga hasil transaksi riba 30 rb (per bulan 25 %, ekivalen per tahun 300 %), bayangkan bunga yang dikenakan lebih besar dari bunga bank konvensional, memang mereka rasakan tidak berat karena hampir  setiap hari mencicil. Status bank informal ini tidak terakreditasi alias perorangan yang berprofesi layaknya seorang renternir.

Pembiayaan alternatif yang lebih adil, penuh berkah dan saling menguntungkan yang jauh dari ribawi/rente seperti mekanisme di atas bagi komunitas miskin sangat diperlukan. Butuh semacam lembaga yang mampu menfasilitasi kebutuhan mereka untuk memperoleh pinjaman yang mudah, adil dan syar’i (bebas bunga).  Salah satunya adalah Koperasi (syirkah taawuniyah) berbasis syariah yaitu lembaga usaha yang dinilai cocok untuk menaungi  rakyat kecil, karena nilai-nilai yang diusung mulia seperti keadilan, kebersamaan, kekeluargaan, dan kesejehateraan bersama. Ini artinya koperasi merupakan badan usaha yang menjunjung tinggi pemerataan kesejahteraan ekonomi diantara sesama anggotanya.  Lembaga ini dapat ditumbuhkan di tengah lingkugan masyarakat kurang mampu tadi melalui proses-proses bottom-up dan partisipatif untuk melakukan kegiatan transaksi secara syariah dan saling menguntungkan. Tentunya sumber pembiayaan dapat diperoleh koperasi melalui kerjasama dengan berbagai pihak misalnya perbankan syariah, lembaga ZIS, perusahaan, dan sebagainya.
Peran lembaga pembiayaan syariah (non bunga) seperti halnya koperasi berbasis sosial, nantinya diharapkan mampu memberdayakan dan menolong mereka keluar dari mekanisme jeratan rentenir. Karena dengan semakin besarnya harapan dan kepedulian komunitas terpinggirkan/miskin terhadap peran koperasi syariah secara riil dalam upaya pembangunan masyarakat menuju masyarakat yang falah ( bahagia materiil maupun spirituil) maka keberadaan koperasi sosial di tengah mayarakat adalah hal yang mutlak diperlukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar